Akhlak dan Nasihat

Sudahkah Kita Introspeksi Diri?

Sudahkah Kita Introspeksi Diri?

Dalam menjalani kehidupan di dunia ini seorang muslim pastilah tidak akan terlepas dari melakukan kesalahan; baik itu kesalahan yang berkaitan dengan hak Allah, hak orang lain ataupun kesalahan yang berkaitan dengan hak diri sendiri. Semua itu tidak lepas karena manusia pada hakikatnya adalah tempatnya kesalahan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam,

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.

“Setiap anak Adam pastilah pernah melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat.” (HR. Tirmidzi no. 2499 dan Ahmad no. 13049).

Di hadis yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ أَنَّ اْلعِبَادَ لَمْ يُذْنِبُوْا، لَخَلَقَ اللهُ خَلْقًا يُذْنِبُونَ، ثُمَّ يَغْفِرُ لَهُمْ، وَهُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

“Seandainya saja para hamba tidak melakukan dosa niscaya Allah akan menciptakan makhluk lain yang akan melakukan dosa, kemudian Allah akan mengampuni mereka, dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (HR. Al-Bazzar no. 2450 dan Al-Hakim no. 7623).

Kedua hadis ini sangatlah cukup bagi kita untuk kemudian kita katakan bahwa setiap dari kita, para manusia yang Allah ciptakan, tidaklah lepas dari kesalahan dan dosa. Tidaklah ada seorangpun yang hidup di dunia ini kecuali pasti pernah melakukan kesalahan.

Akan tetapi wahai saudaraku, setelah kita mengetahui sifat dan hakikat manusia ini, bukan berarti kemudian bermudah-mudahan di dalam melakukan kesalahan dan dosa, Wahai saudaraku, sebaliknya apa yang Allah Ta’ala inginkan dengan adanya dosa dan kesalahan ini adalah agar seorang hamba senantiasa menyesal, meminta ampunan dan bertobat, kembali kepada Allah Ta’ala. Menyadari bahwa dirinya adalah makhluk lemah yang bergelimang dosa dan butuh akan ampunan Allah Ta’ala.

Anjuran Untuk Selalu Introspeksi Diri Sendiri

Saudaraku, rasa penyesalan dan rasa bersalah yang akan memunculkan tobat kepada Allah Ta’ala tidak akan mudah untuk mucul dari diri seorang hamba kecuali apabila ia senantiasa mengintrospeksi dirinya sendiri, berkaca kembali, memutar ingatannya akan setiap perbuatan yang telah dilakukan.

Apakah ada yang pernah kita sakiti? Adakah hak-hak Allah yang belum kita penuhi? Bagaimana dengan salat kita, apakah sudah kita kerjakan dengan sebaik-baiknya? Bagaimana dengan kewajiban-kewajiban lainnya? Sudahkan kita kerjakan dengan sepenuh jiwa dan raga?

Ketahuilah wahai saudaraku, perintah dan anjuran untuk mengintrospeksi diri sendiri telah Allah Ta’ala sebutkan di dalam firman-Nya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).

Nabi shallallahu alaihi wasallam juga memberikan pujian bagi seorang mukmin yang visioner, memikirkan apa yang telah diperbuatnya dan apa yang akan ia perbuat kedepannya, mereka itulah sebenar-benarnya orang yang cerdas. Beliau bersabda,

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا ثُمَّ تَمَنَّى عَلَى اللَّه

“Orang yang cerdas adalah orang yang bisa menahan nafsunya dan beramal untuk setelah kematian, dan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan selalu berangan-angan (kosong) atas Allah”. (Sunan Ibnu Majah no. 4250).

Saat seorang muslim terbiasa mengoreksi dirinya sendiri, mengintrospeksi dirinya sendiri, disitulah pintu penyesalan, tobat dan ampunan terbuka bagi dirinya. Sebaliknya, apabila seorang muslim tidak pernah mau menilai dirinya sendiri, melihat kesalahan orang lain dan lupa akan kesalahan pada dirinya sendiri, maka tertutuplah pintu ampunan bagi dirinya.

Mengenai introspeksi, sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu anhu juga pernah mengatakan,

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا ، وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا ، فَإِنَّهُ أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ فِي الْحِسَابِ غَدًا ، أَنْ تُحَاسِبُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ ، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ، يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَ

“Hisablah (koreksilah) diri kalian sebelum kalian dihisab dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, karena dengan menghisab diri kalian hari ini akan memudahkan hisab di hari esok. Berhiaslah kalian (dengan amal sholeh) untuk menghadapi pertemuan besar (hari kiamat). Pada hari itu perbuatan kalian akan ditampilkan dan tidak ada yang tersembunyi sedikitpun.”

Sungguh sebuah ungkapan yang penuh dengan hikmah dan kebenaran. Seorang muslim yang terbiasa untuk mengoreksi dan mengintrospeksi dirinya sendiri maka akan lebih berhati-hati di dalam bertindak, dirinya tidak akan mudah terjatuh ke dalam lubang kesalahan dan dosa. Karena ia yakin semua perbuatan dan ucapannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Ta’ala.

Manfaat Memperbanyak Introspeksi Diri

Sesungguhnya di dalam membiasakan diri kita untuk terus introspeksi diri terdapat banyak sekali manfaat. Diantaranya:

1.Menjadikan diri kita lebih mengenali kesalahan dan dosa kita sendiri. Jika tidak dapat mengenali dan menilai sebuah kesalahan yang telah kita lakukan maka bagaimana lagi caranya kita akan mengakui dosa-dosa tersebut dan mau bertobat kepada Allah Ta’ala?!

2.Kebiasaan untuk mengintrospeksi diri sendiri adalah karunia dari Allah Ta’ala. Saat seseorang terbiasa mengintrospeksi dirinya sendiri maka ia sejatinya sedang diberikan kesempatan oleh Allah Ta’ala untuk bertobat dan bertanggungjawab akan dosanya tersebut di dunia ini.
Jikalau seseorang tidak melakukannya di dunia, maka dirinya akan sengsara di akhirat nanti karena dosa-dosanya tersebut, karena ia harus mempertanggungjawabkan semuanya di hadapan Allah Ta’ala.

Sebuah kesalahan dan perbuatan dosa yang belum ditutup dengan taubat dan penyesalan di dunia ini maka haruslah dihisab terlebih dahulu oleh Allah Ta’ala. Di dalam surat Al-Kahfi Allah Ta’ala berfirman,

وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا

“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun”.” (QS. Al-Kahfi: 49).

Di ayat yang lain Allah Ta’ala menyebutkan perihal kedahsyatan hisab di hari akhir nanti,

الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin: 65).

Sungguh kesempatan untuk mengintrospeksi diri sendiri di dunia ini adalah karunia dari Allah Ta’ala yang harus disyukuri dan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh seorang muslim.

3.Mereka yang terbiasa mengintrospeksi dirinya sendiri maka di akhirat nanti penyesalannya tidak akan sebanyak orang-orang yang tidak pernah mengintrospeksi dirinya sendiri. Allah Ta’ala berfirman,

كَلَّآ اِذَا دُكَّتِ الْاَرْضُ دَكًّا دَكًّاۙ   وَّجَآءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّاۚ وَجِايْۤءَ يَوْمَىِٕذٍۢ بِجَهَنَّمَۙ يَوْمَىِٕذٍ يَّتَذَكَّرُ الْاِنْسَانُ وَاَنّٰى لَهُ الذِّكْرٰىۗ يَقُوْلُ يٰلَيْتَنِيْ قَدَّمْتُ لِحَيَاتِيْۚ

“Sekali-kali tidak! Apabila bumi diguncangkan berturut-turut (berbenturan), dan Tuhanmu datang, dan malaikat berbaris-baris, dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam. Pada hari itu sadarlah manusia, tetapi tidak berguna lagi baginya kesadaran itu. Dia berkata, ‘Alangkah baiknya sekiranya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku ini.’” (QS. Al-Fajr: 21-24).

Mereka yang beriman lagi senantiasa beramal saleh saja akan menyesali betapa kurangnya dirinya dalam beramal; tentang betapa sedikitnya salat yang ia laksanakan dan betapa sedikitnya harta yang ia infakkan. Lalu bagaimana dengan mereka yang sangat minim ibadahnya?! tidak mau mengoreksi dan mengintrospeksi dirinya lalu justru melakukan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala. Pastilah ia menjadi seseorang yang paling menyesal di hari akhir nanti, penyesalan karena telah menyia-nyiakan dan tidak memanfaatkan waktu yang Allah berikan di dunia ini.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan hidayah dan taufik-Nya kepada kita semua, sehingga kita sadar untuk terus mau mengintrospeksi diri sendiri akan apa yang telah kita lakukan dan apa yang harus kita persiapkan untuk menghadapi hari Akhir nanti.

Penulis: Ustadz Muhammad Idris, Lc. حفظه الله

Ustadz Muhammad Idris, Lc. حفظه الله

Alumnus PP. Imam Bukhari Alumnus S1 Syariah Universitas Islam Madinah, KSA

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button