Akhlak dan Nasihat

Sudah Ikhlaskah Aku dalam Beramal?

Sudah Ikhlaskah Aku dalam Beramal?

Agar amal ibadah diterima selain harus dikerjakan dengan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa yang mengerjakan sebuah amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalannya tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim), amal ibadah juga harus dikerjakan dengan ikhlas lillahi ta’aalaa untuk mendapatkan ridho dan pahala dari Allah subhahu wata’aalaa. Allah berfirman: ” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, (QS. Al-An’am: 162). Allah juga berfirman: “Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan
janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110).

Dalam menjelaskan firman Allah: ” Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalannya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun”. (QS Al-Mulk: 2) Fudhail Ibnu Iyadh rahimahullah menjelaskan: yang dimaksud dengan ahsanu ‘amalan yang lebih baik amanya adalah amalan yang paling ikhlas dan paling benar. (Iqtidha’ Shirathal Mustaqim, 373/2)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa penting bagi kita untuk ikhlas dalam beribadah dan beramal shaleh. Karena jika tidak, maka tidak akan diterima amalan kita meskipun sah secara hukum fiqh. Lalu setiap kita mungkin bertanya-tanya pada dirinya sudahkah aku ikhlas? Apa itu ikhlas dan apa saja tandatandanya serta kiat apa yang bisa aku lakukan agar aku ikhlas? Semoga penjelasan ringkas ini bisa menjadi solusi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Definisi Ikhlas

Secara bahasa ikhlas artinya murni dan bersih dari kotoran. Ikhlas dalam ketaatan artinya bebas dari riya’ ( Mu’jam Al-Ma’aany). Orang-orang yang disebut mukhlishun mereka adalah memurnikan ibadahnya hanya kepada Allah azza wajalla. Dan orang-orang yang disebut mukhlasun adalah orang-orang yang Allah pilih. (Lisanul Arab karya Ibnu Mandzur, 26/7).

Setelah kita memahami pengertian ikhlas secara bahasa perlu untuk kita melihat bagaimana pendapat para ulama tentang definisi ikhlash, maka berikut ini pengertian ikhlas yang disampaikan oleh para ulama:

1. Al-Munawi mengatakan rahimahullah : ikhlas adalah memurnikan hati dari segala sesuatu yang mengkeruhkan kebeningannya (www.alukah.net, Ta’riful Ikhlas);

2. Ibrahimm ibn Ad-ham rahimahullah berkata: ikhlas adalah engkau mengharapkan saksi atas amalanmu selian Allah (www.alukah.net, Ta’riful Ikhlas);

3. Abul Qasim Abdul Karim ibn Hawazin Al-Qusyairy rahimahullah berkata: Ikhlas adalah mengesakan Allah dalam ketaatan dengan niat, menginginkan dengan ketaatannya untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa maksud yang lainnya seperti berpura-pura di hadapan makhluk, mencari pujian makhluk atau sekedar suka untuk dipuji oleh makhluk ataupun tendensi lainnya yang bukan termasuk mendekatkan diri kepada Allah. (Majmu’ Syarh muhadzdzab, 37/1);

4. Syeikh Abdul Aziz ibn Baz rahimahullah ketika ditanya tentang makna ikhlash beliau menjawab: Ikhlas adalah meniatkan untuk Rabb, yakni seorang muslim memaksudkan amalannya untuk wajah Allah dan kebahagiaan di akhirat, inilah orang yang mukhlis (binbaz.org.fatwa thariqul Ikhlash).

Dari beberapa definisi ikhlas yang disampaikan oleh para ulama’ di atas dapat kita simpulkan bahwa ikhlas adalah memurnikan ibadah hanya untuk mengharap pahala dari Allah serta membersihkan hati dari hal-hal yang menghilangkan atau merusak kemurniannya.|

Tanda-tanda Ikhlas.

Agar kita bisa mengetahui apakah kita ikhlas ataukah tidak sehingga bisa menjadi bahan muhasabah untuk kita merubah diri menjadi lebih baik dan menjadi lebih ikhlas, kita perlu mengetahui tanda-tanda orang yang ikhlash atau mukhlis. Maka berikut ini disebutkan beberapa tanda orang yang mukhlis:.

1. Mengharap pahala dari Allah.

Mengharapkan pahala dari Allah adalah di antara tanda keikhlasan hal ini sebagaimana disebutkan dalam definisi ikhlas di atas..Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.” (QS. Al Kahfi: 107-108).

2. Suka menyembunyikan amal sholih.

Ketika amal sholih kita diketahui atau dilihat orang lain, maka tidak jarang syetan membisikkan pada hati kita agar memperbagus amalan kita agar mendapat pujian dari orang lain sehingga untuk ikhlas lebih sulit. Adapun ketika amalan kita tidak diketahui oleh orang lain, maka lebih mudah untuk ikhlas tapi hendaknya kita tetap waspada karena syetan akan cari cara lain agar kita tidak ikhlas.

Suka menyembunyikan amal sholih untuk menjaga keikhlasan adalah di antara upaya meraih keihlasan. Upaya ini dilakukan oleh-oleh orang sholih terdahulu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mampu menyembunyikan amal Sholih nya, maka hendaknya ia melakukannya”. (HR. Ibnu Abi Syaibah, dinilai shahih oleh Syaikh Al-albany dalam silsilah ahadits shahihah, 2313). Diriwayatkan dari Muhammad bin Ishaq bahwa penduduk Madinah mendapatkan sedekah makanan di depan rumah mereka tanpa mereka ketahui siapa yang memberikannya, sampai setelah Ali bin Husain wafat mereka tidak lagi mendapatkan sedekah itu. (Shifatus Shofwah, 44/2).

3. Zahir dan batinnya sama.

Orang beriman nan ikhlas dalam beramal apa yang ia nampakkan pada zahir sama dengan apa yang ada di dalam batin. Tidak sebagaima orangorang munafik yang menutup-nutupi kekafiran dan menampakkan keimanan sehingga berbeda antara zahir dan batin mereka. Allah berfirman: Orang-orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan berkata kepadamu, “Kami telah disibukkan oleh harta dan keluarga kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami.” Mereka mengucapkan sesuatu dengan muluṭnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah, “Maka siapakah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki bencana terhadap kamu atau jika Dia menghendaki keuntungan bagimu? Sungguh, Allah Mahateliti dengan apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Fath: 11).

4. Merasa khawatir akan ditolaknya amalan.

Allah subhanahu wata’ala menjelaskan ciri-ciri orang yang ikhlas dalam alqur’an. Di antara ciri mereka adalah merasa khawatir apakah amalannya diterima ataukah ditolak. Allah berfirman: dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya (QS. Al-Mukminun: 60).

5. Tidak menganggap dirinya suci.

Ketika seorang merasa dirinya telah suci dari kesalahan, ia akan merasa dirinya tidak perlu berusaha ikhlas karena ia sudah merasa ikhlas. Sedangkan orang yang benar-benar ikhlas tidak seperti itu, tapi sebagaimana pada poin sebelumnya bahwa orang yang ikhlas senantiasa khawatir akan ditolaknya amalnya dan penuh harap agar amalnya diterima. Allah berfirman: Maka Kami kabulkan (doa)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (QS. Al-Anbiya’: 90).

Maka dari itu Allah melarang kita menganggap diri kita suci. Allah berfirman: “ (Yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil. Sungguh, Tuhanmu Mahaluas ampunanNya. Dia mengetahui tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu, dari tanah, lalu ketika kamu, masih janin dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu, menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (QS. An-Najm: 32).
As-Susiy mengatakan: “Ikhlas itu menghilangkan anggapan bahwa telah ikhlas. Maka sesungguhnya barangsiapa yang menyaksikan pada keikhlasannya itu ada keikhlasan, sungguh keikhlasannya itu butuh untuk diikhlaskan (Tazkiyatun Nufus Karya Ahmad Farid, hal:10).

Kiat meraih keikhlasan

Setelah kita mengetahui ciri-ciri orang yang ikhlas, maka hendaknya kita berusaha menjadi orang yang ikhlas. Dan cara meraih hal tersebut adalah dengan langkah-langkah berikut ini:

1. Mewujudkan semaksimal mungkin pada diri kita tanda-tanda keikhlasan.

Allah berfirman: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. Ar-Rum: 69) Jika dari empat tanda tersebut tidak ada sama sekali maka hendaknya kita berusaha keras untuk memiliki tanda-tanda tersebut. Demikian pula jika baru beberapa saja dari tanda-tanda tersebut yang ada pada kita, kita berusaha untuk memiliki tanda yang lainnya dengan tetap mempertahankan tanda yang sudah ada. Karena tidak ada gunanya ilmu jika tidak diamalkan. Sebagaimana petuah arab “ ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah”. Maka setiap mukmin hendaknya ketika mendapatkan ilmu, segera untuk mengamalkannya. Demikian pula setelah kita mengetahui tanda-tanda keikhlasan, hendaknya segera berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan tanda-tanda tersebut.

2. Bersahabat dengan orang yang baik.

Teman karib memiliki pengaruh yang besar pada karakter seseorang. hal ini sebagaimana disampaikan dalam petuah arab Ash-Shohibus Saahib sahabat itu menyeret, artinya semakin dekat dengan seseorang sifat kita akan semakin terpengaruh dengan sifatnya. Maka dari itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan solusi agar kita tidak tertular keburukan orang lain, beliau bersabda: “ seseorang tergantung agama teman karibnya, maka hendaknya seseorang memperhatikan dengan siapa dia berteman” (HR. Ahmad 8398, Abu Daud, 4833 dan Tirmidzi 2378, dinilai Hasan oleh Syaikh Alalbany dalam Shahih Abi Daud, 4833).

3. Memperbanyak berdo’a kepada Allah.

Dalam kita beribadah dan meraih kebaikan tidak lepas dari pertolongan Allah subhanahu wata’aalaa. Demikian pula dalam usaha kita menjadi orang yang ikhlas dalam beramal, kita sangat membutuhkan pertolongan Allah subhanahu wata’aalaa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan sebuah do’a kepada Abu Bakr As-Shidiq Radhiyallahu Anhu agar terjauhkan dari kesyirikan, baik syirik kecil maupun syirik besar, yang mana ketidakikhlasan adalah merupakan bentuk kesyirikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Maukah engkau (wahai Abu Bakr) aku tunjukkan kepada sesuatu yang jika engkau melakukannya maka akan hilang darimu syirik kecil maupun besar, katakanlah: ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari berbuat syirik kepadaMu sedangkan aku mengetahuinya dan aku mohon ampun kepadaMu atas perbuatan syirik yang aku lakukan sedangkan aku tidak mengetahuinya. (HR. Ibnu hiban dan dinilai shahih oleh Syaikh Al-albany dalam Shohihul Jami’, 3731). Umar Ibnu Khattab sering berdo’a agar amalannya dijadikan ikhlas. Beliau sering memanjatkan do’a: “Ya Allah jadikanlah semua amalku amal sholih dan jadikanlah amalku murni untuk wajahmu dan jangan kau jadikan dalam amalku sedikitpun untuk seorangpun (selain engkau)” (Syarah Tadmuriyah karya Syeikh Nashir Al-Aql, 6/30).

Penulis: Ustadz Slamet Nur Raharjo, M.Pd. حفظه الله

Ustadz Slamet Nur Raharjo, M.Pd. حفظه الله

Alumnus STAI Ali bin Abi Thalib, Surabaya Pengajar di PP. Ibnu Abbas As-Salafy Sragen

Artikel Terkait

Satu komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button