Keluarga

Adab Islami Yang Perlu Diajarkan Kepada Anak Sejak Dini

Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba’du:
Berikut beberapa adab Islami yang perlu diajarkan kepada anak kita agar anak kita menjadi anak yang salih dan salihah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Beberapa Adab Islami Yang Perlu Diajarkan Sejak Dini

1. Menanamkan rasa malu pada diri anak

Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Jangan biasakan anak-anak meskipun masih kecil bertelanjang di hadapan orang lain; misalnya ketika keluar kamar mandi, berganti pakaian, dan sebagainya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«الْحَيَاءُ مِنَ الْإِيمَانِ»

“Malu itu termasuk bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)

«الحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ»

“Malu tidak mendatangkan selain kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Mengenalkan aurat laki-laki dan aurat wanita

Hendaknya orang tua mengenalkan anaknya aurat mereka dan membiasakan mereka untuk selalu menutup aurat. Aurat laki-laki adalah dari pusar sampai lutut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«مَا بَيْنَ السُّرَّةِ إِلَى الرُّكْبَةِ عَوْرَةٌ»

“Antara pusar dan lutut adalah aurat.” (HR. Hakim, dan dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5583).

Sedangkan aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan, meskipun lebih utama adalah menutup mukanya dengan cadar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

المَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

“Wanita itu aurat. Jika ia keluar, maka setan menghiasnya.” (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 6690)

3. Menanamkan jiwa laki-laki kepada anak laki-laki dan jiwa kewanitaan kepada anak wanita

Misalnya dengan memberikan pakaian yang sesuai dengan jenis kelamin anak, sehingga mereka terbiasa untuk berprilaku sesuai fitrahnya. Di samping itu, mereka juga harus diperlakukan sesuai jenis kelaminnya.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ، وَالمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

4. Memisahkan tempat tidur mereka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ»

“Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka (jika meninggalkannya) saat mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidurnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 5868)

5. Mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin di tiga waktu)

Hendaknya orang tua mengenalkan kepada anak tiga waktu, dimana mereka harus meminta izin ketika masuk kamar orang tua, yaitu sebelum shalat Subuh, tengah hari, dan setelah shalat Isya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan setelah shalat Isya’. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nur: 58)

6. Mengenalkan anak cara beristinja

Misalnya mengajarkan anak agar tidak beristinja menggunakan tangan kanan, dan sebagainya.
Ada seseorang yang berkata kepada Salman radhiyallahu ‘anhu, “Apakah Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan segala sesuatu sampai masalah buang air?” Ia menjawab, “Ya, Beliau melarang kami buang air besar atau buang air kecil menghadap kiblat, beristinja’ dengan tangan kanan, beristinja’ dengan batu yang kurang dari tiga buah ,dan beristinja’ dengan kotoran binatang atau tulang.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi)

7. Mengenalkan siapa mahramnya

Mahram bagi wanita adalah para lelaki yang tidak boleh menikahinya. Mereka itu adalah: (1) anak lelakinya, (2) cucu anak lelakinya dan seterusnya ke bawah, (3) ayahnya, (4) kakeknya ke atas dan seterusnya, (5) saudara laki-laki sekandung, (6) saudara laki-laki seayah, (7) saudara laki-laki seibu, (8) anak laki-laki (keponakan) dari saudara atau saudarinya (baik sekandung, seayah, maupun seibu), (9) pamannya dari jalur mana pun (baik saudara ayah atau saudara ibu), (10) saudara kakeknya (dari jalur kakek mana pun), (11) suami ibunya atau mantan suami ibunya (mantan suami yang telah menggauli ibunya), (12) anak laki-laki suaminya yang ia bawa atau anak laki-laki dari mantan suaminya, (13) mertuanya (baik ayahnya dan seterusnya ke atas) atau mantan mertuanya, (14) menantunya atau mantan menantunya, (15) saudara sesusuannya dan siapa saja yang menjadi mahram saudara sesusuannya dari nasabnya. Lihat QS. An Nisaa: 23.

Faedah mengetahui mahram di antaranya adalah bahwa para mahram itu dapat menemani seorang wanita untuk safar dan boleh bersentuhan tangan, dsb. Mereka juga boleh melihat auratnya yang ringan, seperti rambut, tangan, dan sebagainya seperti anggota-anggota wudhu. Dan perlu diketahui, bahwa sepupu, ipar, anak angkat, dan ayah angkat bukanlah mahram.

8. Mendidik anak agar selalu menjaga pandangannya.

Hendaknya orang tua tidak membiarkan anaknya bebas menonton tayangan televisi yang sudah sama-sama kita ketahui banyak tayangan yang tidak layak ditonton mereka, misalnya wanita yang memamerkan auratnya, dan tayangan-tayangan tindakan kejahatan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kehormatannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nuur: 30)

9. Mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilath (bercampur baur pria-wanita).

Sejak dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisahkan kaum pria dengan kaum wanita dalam setiap kesempatan.
Dalam shalat, Beliau menetapkan bahwa shaf kaum laki-laki di depan, sedangkan shaf kaum wanita di belakang. Beliau juga bersabda,

«خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا»

“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah di depan, dan yang terburuknya adalah di belakang. Sebaik-baik shaf wanita adalah di belakang, dan yang terburuknya adalah di depan.” (HR. Muslim)

Dalam mengajar, Beliau memberikan waktu khusus untuk mereka yang terpisah dari kaum laki-laki. Abu Sa’id Al Khudri meriwayatkan, bahwa kaum wanita berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kaum laki-laki telah mengungguli kami terhadap dirimu, maka berikanlah untuk kami sehari (agar kami mendapat pelajaran) darimu,” maka Beliau menetapkan hari tertentu untuk bertemu dengan mereka; memberikan nasihat dan menasihati mereka. Di antara nasihat yang Beliau sampaikan adalah,

«مَا مِنْكُنَّ امْرَأَةٌ تُقَدِّمُ ثَلاَثَةً مِنْ وَلَدِهَا، إِلَّا كَانَ لَهَا حِجَابًا مِنَ النَّارِ»

“Tidak ada seorang wanita di antara kalian yang ditinggal wafat anaknya sebanyak tiga kali, melainkan dirinya memiliki tirai dari neraka.”
Lalu ada seorang wanita yang berkata, “Bagaimana jika dua?” Beliau menjawab, “Demikian pula jika dua anak.” (HR. Bukhari)

10. Mendidik anak agar tidak melakukan khalwat (berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahram)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا

“Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kamu berduaan dengan seorang wanita, karena setan yang ketiganya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Hakim, dan dinyatakan shahih isnadnya oleh Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah).

11. Mengenalkan anak tanda baligh dan mengenalkan anak cara bersuci dari hadats kecil dan hadats besar.

Tanda baligh bagi anak laki-laki dan wanita adalah mimpi basah (keluar mani), tumbuhnya rambut di sekitar kemaluan, atau ketika usianya telah mencapai 15 tahun. Adapun bagi anak perempuan ditambah dengan keluarnya darah haidh. Ketika seorang anak sudah baligh, maka Ia menjadi seorang mukallaf (yang terkena kewajiban-kewajiban agama).

Demikian pula hendaknya seorang anak diajarkan tatacara bersuci dari hadats kecil dan hadats besar agar shalat mereka diterima.

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam, wal hamdu lillahi Rabbil ‘alamin.

Penulis: Ustadz Marwan Hadidi, M.Pd.I. حفظه الله

Ustadz Marwan Hadidi, M.Pd.I. حفظه الله

Alumni S1 STAI Siliwangi Cimahi, Pengajar di Ibnu Hajar Boarding School (IHBS) Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button