Amalan

Kesalahan-Kesalahan dalam Shalat (Bag. 3)

Kesalahan-Kesalahan dalam Shalat (Bag. 3)

Berikut ini adalah lanjutan beberapa kesalahan seputar shalat, kali ini akan dibahas beberapa hal yang terkait dengan pelaksanaan shalat berjama’ah :

1.Mendahului Gerakan Imam

Terkadang dijumpai sebagian orang mendahului gerakan imam terutama saat rukuk dan sujud, rukuk sebelum imam rukuk, sujud sebelum imam sujud. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنما جعل الإمام ليؤتم به، فإذا كبر فكبروا، وإذا ركع فاركعوا، وإذا رفع فارفعوا وإذا قال: سمع الله لمن حمده، فقولوا: ربنا ولك الحمد، وإذا سجد فاسجدوا

“Sesungguhnya imam itu ditunjuk untuk diikuti, maka ketika dia mengucapkan “Allahu Akbar,” kalian juga “Allahu Akbar,” ketika ia rukuk kalian juga rukuk, dan ketika dia bangkit dari rukuk, maka bangkitlah, dan jika dia berkata: “Sami’allahu liman hamidah” ucapkanlah “Rabbanaa walakal hamd” dan ketika dia sujud, maka sujudlah” (HR Bukhari)

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Dalam hadits ini terkandung kewajiban makmum untuk mengikuti imamnya dalam takbir, berdiri, duduk, rukuk, dan sujud. Dan ia harus melakukannya setelah gerakan imam, maka ia mengucapkan takbiratul ihram setelah imam selesai takbiratul ihram, jika ia memulainya sebelum imam menyelesaikannya, maka shalatnya tidak sah.”

Terdapat hadits lain yang menegaskan ancaman bagi mereka yang mendahului imam dalam shalat,

عَنْ أبي هُريرة رضيَ الله عنه أنَّ النَبيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ” أما يَخْشَى الَّذِي يَرفعُ رأسه قَبْلَ الإمام، أنْ يُحَوِّلَ الله رَأسَهُ رَأسَ حِمَارٍ. أوْ يَجْعَلَ الله صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ؟! “.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam itu tidak takut bahwa Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai, atau menjadikan rupanya seperti rupa keledai?” (HR Bukhari dan Muslim)

Sehingga jika makmum mendahului gerakan imam dengan sengaja maka shalatnya batal. Adapun jika karena tidak sengaja, tidak tahu, atau lupa maka shalatnya tetap sah. Jika udzurnya telah hilang dan ia ingat bahwa telah mendahului gerakan imam, maka wajib baginya untuk kembali ke posisi awal dan bergerak setelah gerkaan imam. Jika ia tetap mendahului imam maka batal shalatnya.

Bagaimana jika makmum tidak mendahului gerakan imam melainkan membersamai gerakan imam?
Muhammad Shalih al Munajjid hafizhahullah menjelaskan apabila terjadi dalam takbiratul ihram dan salam, maka jika makmum menyelesaikan takbiratul ihramnya sebelum imam sempurna takbiratul ihramnya, shalatnya tidak sah. Karena ia telah selesai takbiratul ihram sebelum selesainya imam takbiratul ihram. Demikian pula ketika salam, dimakruhkan makmum salam berbarengan dengan salamnya imam baik salam yang pertama maupun kedua. Jika makmum salam pertama setelah imam salam pertama, salam kedua setelah imam salam kedua, ini tidak mengapa. Adapun yang afdhal, ialah makmum memulai salam pertamanya setelah imam selesai salam pertama dan kedua.

Adapun di luar kondisi takbiratul ihram dan salam ini, maka membarengi gerakan imam seperti dalam rukuk dan sujud, hukumnya makruh.
Lantas bagaimana praktek mengikuti gerakan imam yang benar? Marilah kita lihat persaksian sahabat Al Barra’ ibn Azib radhiyallahu ‘anhu,

كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا قال : سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَه لم يَحْنِ أحدٌ منَّا ظهرَهُ حتى يقعَ النبي صلى الله عليه وسلم سَاجداً ، ثم نَقَعُ سجوداً بعدَه

“Dahulu jika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan ‘Sami’allaahu liman hamidah’ maka tidak ada satupun makmum yang membungkukkan badannya sampai Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam posisi sujud, barulah kemudian mereka (memulai untuk) sujud setelahnya” (HR Bukhari Muslim).

2.Tidak Segera Mengikuti Imam Saat Masbuq

Sebagian orang ketika menjadi makmum masbuq dan mendapati imam sedang sujud, ia tidak segera takbiratul ihram dan menyusul gerakan sujudnya imam, melainkan menunggu terlebih dahulu hingga imam dalam posisi berdiri.

Hal ini merupakan kekeliruan berdasarkan saba Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ وَنَحْنُ سُجُودٌ فَاسْجُدُوا

“Jika kalian datang untuk menunaikan shalat, sedangkan kami dalam keadaan sujud, maka ikutlah bersujud” (HR Abu Daud, dinilai hasan oleh Al Albani). Demikian pula dalam hadits lain,

إِذَا أَتَيْتُمْ الصَّلاةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ , فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا , وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

“Jika kalian mendatangi shalat maka datanglah dengan tenang, apa yang kalian dapatkan dari shalat maka ikutilah, dan apa yang kalian tertinggal maka sempurnakanlah.” (HR Bukhari).

Ibn Hajar rahimahullah menjelaskan dalam Fathul Bari, “Hal ini menjadi dalil dianjurkannya masuk (dalam barisan) imam dalam apapun kondisi yang ia dapati”. Yaitu ketika imam rukuk maka makmum yang terlambat pun ikut rukuk, jika imam sujud makmum masbuq juga segera menyusul bersujud.

Dikecualikan dalam hal ini jika imam tinggal melakukan gerakan salam, maka jika makmum yakin bahwa akan ada jamaah berikutnya yang akan mengadakan shalat berjamaah, ia boleh untuk tidak menyusul imam untuk salam. Sebagaimana penjelasan Ibn Hazm rahimahullah, “Para ulama bersepakat bahwa siapa yang datang, sedangkan imam telah menyelesaikan sedikit atau banyak dari shalatnya dan tidak ada yang tersisa kecuali tinggal salam, maka dia diperintahkan untuk masuk dan mengikuti keadaan di mana dia dapati gerakan imam tersebut, kecuali dia yakin bahwa akan mendapati jamaah lainnya setelahnya”.

3.Tidak Meluruskan Shaf Shalat

Al Munajjid menjelaskan bahwa yang wajib ialah meluruskan shaf dengan tidak seorang pun menyalip jamaah yang lain (tidak lurus), baik dadanya maupun tumitnya. Sebagaimana perkataan penulis ‘Aunul Ma’bud,

اِعْتِدَال الْقَائِمِينَ بِهَا عَلَى سَمْت وَاحِد

“Meluruskan barisan di atas satu arah”

Sedangkan sempurnanya shaf ialah dengan rapatnya, maksudnya adalah tidak memberikan celah bagi setan, dan yang dimaksud dengan rapat dalam hal ini bukanlah berdesakan atau bersempitan.

Apakah rapat ini harus menempelkan telapak kaki dengan orang di sebelah? Bagaimana jika ia risih, perlukah dikejar? Maka Ibn Baz rahimahullah menjawab bahwa memang sebagian shahabat Nabi menempelkan telapak kakinya ke telapak kaki sahabat di sebelahnya hingga tidak ada celah. Namun ini dilakukan tidak dengan kasar dan tanpa mengganggu. Terlebih lagi sebagian orang tidak tahan jika ada yang menyentuh kakinya, sehingga lebih baik merapatkan shaf tanpa mengganggu, dengan diupayakan tanpa ada celah sebisa mungkin.

Ibn ‘Utsaimin menjelaskan juga bahwa yang dimaksud merapatkan shaf itu cukup di awal, bukan terus-terusan menempel dan mengejar telapak kaki temannya hingga akhir shalat. Adapun mengejar kaki jamaah di sebelahnya agar terus menempel sebagaimana kata penanya, kata Ibn ‘Utsaimin dengan tegas bahwa ini bukanlah sunnah. Wallahu a’lam.

4.Imam Tidak Memperhatikan Rapat dan Lurusnya Shaf

Hendaknya seorang imam memperhatikan rapat dan lurusnya shaf dalam shalat sebelum ia memulai pelaksanaan shalat berjamaah. Marilah kita melihat praktek Umar ibn Khattab radhiyallahu ‘anhu dalam memperhatikan shaf shalat.

a.Mengeluarkan anak kecil dari shaf shalat

Ibn Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya (4188) meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Ibrahim (putra Abdurrahman ibn ‘Auf) berkata,

أن عمر بن الخطاب كان إذا رأى غلاما في الصف أخرجه

“Sesungguhnya ‘Umar ibn Al Khattab apabila melihat anak kecil dalam shaf shalat beliau mengeluarkannya dari shaf”. Ini merupakan pengamalan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

ليلِني منكم أولو الأحلام والنهى ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم

“Hendaknya yang berada di belakangku ialah ulul ahlam wa nuha (orang yang sempurna akal dan fikirannya) kemudian yang setelah itu kemudian yang setelah itu” (HR Muslim).

b.Memeriksa shaf dengan mendatangi makmum

Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf (3550) membawakan riwayat dari Abu Utsman,

كنت فيمن يقيم عمر بن الخطاب قدامه لإقامة الصف

“Aku pernah berhadapan dengan ‘Umar ibn Al Khattab yang berdiri dalam rangka beliau meluruskan shaf”. Sanad atsar ini shahih.

c.Memberi perintah untuk meluruskan apabila shaf bengkok

Ibn Abi Syaibah meriwayatkan dalam Al Mushannaf (3551) dari Abdullah ibn Syaddad, seorang tabiin senior yang tsiqah,

أن عمر رأى في الصف شيئا، فقال بيده هكذا، يعني وكيع، فعدله

“Bahwasanya ‘Umar melihat dalam shaf ada sesuatu (yang kurang rapat atau lurus -pent) maka beliau memberi isyarat dengan tangannya agar meluruskannya”. Sanad atsar ini shahih.

d.Mengutus petugas khusus meluruskan shaf

Ibn Abi Syaibah meriwayatkan dalam Al Mushannaf (3557) dari jalur Abu ‘Utsman, seorang tabi’in yang masuk Islam ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup namun belum pernah bertemu Nabi,

ما رأيت أحدا كان أشد تعاهدا للصف من عمر، إن كان ليستقبل القبلة حتى إذا قلنا قد كبر، التفت فنظر إلى المناكب والأقدام، وإن كان يبعث رجالا يطردون الناس حتى يلحقوهم بالصفوف

“Aku tidak pernah melihat seseorang yang begitu besar perhatiannya terhadap shaf, melebihi ‘Umar ibn Al Khattab. Terkadang kami semua telah menghadap kiblat hingga kami kira akan bertakbir, beliau masih menoleh ke belakang dan melihat pundak-pundak dan kaki kami. Kadang beliau mengutus seseorang untuk menertibkan orang-orang hingga mereka semua saling menempel dalam shaf shalat”.

Penulis: Ustadz Yhouga Pratama, S.T. حفظه الله

Artikel Terkait

Satu komentar

  1. 📘 Email: Operation #CN16. GET >>> https://telegra.ph/Go-to-your-personal-cabinet-08-25?hs=4d395578aac73029cb79228622ba3505& 📘 says:

    57lzp8

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button