Bahas Ringkas Kesalahan Dalam Sholat (Bag 2)
Kesalahan-Kesalahan dalam Shalat (Bag. 2)
Berikut ini adalah lanjutan beberapa kesalahan seputar shalat yang masih kerap dijumpai di sekitar kita :
4. Tidak Perhatian Terhadap Kekhusyukan Shalat
Khusyu’ dalam shalat merupakan salah satu ciri orang beriman. Sebagaimana firman Allah Ta’ala menjelaskan tentang siapa itu orang beriman,
الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ. قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya kesuksesan bagi orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya” (QS. Al Mu’minun : 1-2)
Ibn Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah memberikan faidah yang bagus terkait ayat ini,
علَّق اللهُ فلاحَ المُصَلِّين بالخشوع في صلاتهم، فدلَّ على أنَّ مَن لم يَخْشَعْ فليس مِن أهل الفلَاح
“Allah Ta’ala mengkaitkan kesuksesan orang yang shalat dengan khusyu’ dalam shalatnya, sehingga hal ini menunjukkan bahwa siapa yang tidak khusyu’ dalam shalatnya, maka dia tidak termasuk sebagai orang-orang yang sukses.”
As Sa’di rahimahullah menjelaskan,
“(Khusyu’) yaitu hadirnya hati di tangan Allah Ta’ala, mengingat kedekatanNya, sehingga hatinya menjadi tenteram karenanya, jiwanya pun tenteram, gerak-geriknya pun tenang, berkurang gerakannya, ia pun bersikap tenang di hadapan Rabbnya, memperhatikan segala sesuatu yang diucapkannya dan dikerjakannya dalam shalatnya, dari awal shalatnya sampai selesai, sehingga menghilangkan rasa waswas dan pikiran yang buruk, dan inilah ruh shalat dan tujuan darinya itulah yang diwajibkan bagi setiap hamba. Maka shalat yang di dalamnya tidak ada kekhusyukan dan tidak ada kehadiran hati, meskipun itu cukup untuk mendapatkan pahala, namun pahalanya sesuai dengan kadar kehadiran hati di dalamnya.”
Demikianlah sehingga ada orang yang mengerjakan shalat dan mendapat pahala sempurna, ada juga yang hanya sekian persen dan sekian persen bergantung pada seberapa kadar kekhusyukan dalam shalatnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا
“Sesungguhnya ada seseorang yang benar-benar mengerjakan shalat, namun pahala shalat yang tercatat baginya hanyalah 1/10 (dari) shalatnya, 1/9, 1/8, 1/7, 1/6, 1/5, 1/4, 1/3, dan ½ saja.” (HR Abu Dawud, dinilai shahih oleh Al Albani)
Berdasarkan keterangan As Sa’di di atas, maka diantara tips untuk bisa khusyu’ dalam shalat adalah memahami makna semua bacaan yang kita baca di dalam shalat. Untuk bisa memahaminya bagi orang awam bisa dengan membaca buku terjemahan do’a dalam shalat dan menghapalkannya, atau dengan cara mempelajari bahasa Arab yang dengannya dapat diketahui segala arti bacaan dalam shalat. Ketahuilah saudaraku bahwa sebagian besar masalah kekhusyukan dalam shalat bersumber dari tidak memahami apa yang dibaca dan hanya komat-kamit dalam membaca bacaan shalat sehingga pikiran melayang ke berbagai hal di luar shalat.
Ibnu Katsir rahimahullah juga menjelaskan diantara tips agar bisa khusyu’ dalam shalat,
“Khusyu’ dalam shalat hanya bisa terjadi apabila seseorang mengosongkan hatinya (untuk selain shalat –pen), dan menyibukkan hatinya hanya pada apa yang ia tunaikan (yaitu shalat –pen), serta mendahulukan hal itu dari pada yang lain, sampai menjadi penghiburan baginya dan penyejuk matanya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيبُ وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
“Dijadikan kesenanganku dari dunia ada pada wanita dan minyak wangi, dan dijadikan penyejuk hatiku ada dalam shalat.” (HR An Nasa’i, dinilai shahih oleh Al Albani)
5. Banyak Bergerak di Luar Gerakan Shalat
Ini masih terkait dengan poin kekhusyukan, yaitu orang yang tidak khusyu maka diantara gejalanya ialah banyak bergerak di luar gerakan shalat. Gerakan seperti memainkan jenggot, kumis, memainkan kancing, pakaian, dan selainnya bahkan gerakan yang lebih parah daripada itu yang dilakukan tanpa adanya kebutuhan atau urgensi. Terkait gerakan dalam shalat Ibn ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan beberapa kategori gerakan dalam shalat yang termasuk mubah, haram, dan makruh :
Gerakan yang mubah yaitu gerakan yang sedikit dan dilakukan karena ada perlu misalnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat pernah menggendong seorang anak yaitu Umamah binti Zainab, ketika beliau berdiri beliau menggendongnya, ketika beliau sujud beliau meletakkannya. Atau gerakan yang banyak dilakukan namun ada urgensi darurat, ini juga boleh. Misalnya shalat yang dikerjakan saat kondisi peperangan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
اِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا اَوْ رُكْبَانًاۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَ
“Jika kamu berada dalam keadaan takut, salatlah dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Lalu, apabila kamu telah aman, ingatlah Allah (salatlah) sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui” (QS. Al Baqarah : 239)
Sehingga bisa saja dalam kondisi darurat seperti peperangan shalat harus tetap dikerjakan sambil berjalan namun karena kondisinya darurat maka menjadi boleh dan tidak membatalkan shalat.
Gerakan yang haram yaitu banyak bergerak di luar gerakan shalat dengan berturut-turut tanpa adanya urgensi. Gerakan seperti ini haram dilakukan dan bisa membatalkan shalat karena hukumnya seperti orang yang menjadikan ayat-ayat Allah sebagai gurauan.
Gerakan yang makruh yaitu selain gerakan yang telah disebutkan di atas. Gerakan ini tidak membatalkan shalat namun mengurangi pahala shalat. Maka kadang kita mendapati seseorang bermain-main dengan arlojinya, pulpennya, ghutrahnya (penutup kepalanya), hidungnya, janggutnya atau sejenisnya, semua itu termasuk dalam kategori yang makruh, yang jika banyak dilakukan dan berturut-turut, maka menjadi haram dan membatalkan shalat.
Adapun batasan banyak dan sedikitnya gerakan di luar shalat, sebagian ulama memang memberikan batasan yaitu bila melakukan tiga gerakan berturut-turut maka terhitung sebagai banyak bergerak dan membatalkan shalat. Ini seperti halnya pendapat ulama Hanafiyah. Sedangkan jumhur ulama mengembalikan batasan sedikit dan banyaknya gerakan pada ‘urf dan kebiasaan yang berlaku. Sehingga jika seseorang dinilai melakukan banyak gerakan di luar shalat sesuai ‘urf dan kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat, maka sudah terhitung gerakan yang banyak dan bisa membatalkan shalat. Wallahu a’lam.
6. Mengangkat Pandangan ke Arah Langit Ketika Shalat, atau Menoleh Kanan Kiri Tanpa Udzur
Terkadang hal ini dikerjakan oleh sebagian orang, yaitu shalat sambil mengarahkan pandangannya ke atas. Terdapat ancaman khusus dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang hal ini,
مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى قَالَ لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ
“Kenapa orang-orang mengarahkan pandangan mereka ke langit ketika mereka sedang shalat? Suara beliau semakin tinggi hingga beliau bersabda: “Hendaklah mereka menghentikannya atau Allah benar-benar akan menyambar penglihatan mereka.” (HR Bukhari)
An Nawawi rahimahullah menukil adanya ijma’ terkait larangan yang keras ini karena teks haditsnya jelas menyebutkan demikian. Adapun terkait mengarahkan pandangan di luar shalat misalnya ketika berdoa, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama memakruhkannya seperti Syuraih dan selainnya, dan mayoritas ulama membolehkannya. Argumen mereka yaitu langit ialah kiblatnya do’a sebagaimana Ka’bah ialah kiblatnya shalat. Maka tidak diingkari mereka yang mengangkat pandangannya ke atas langit sebagaimana bolehnya mengangkat tangan saat berdo’a.
Adapun terkait menoleh kanan dan kiri dalam shalat, yang dilarang ialah jika menoleh dengan sempurna hingga badan tidak mengarah ke kiblat atau bahkan membelakangi kiblat, ini hukumnya haram dan membatalkan shalat. Adapun jika tidak sampai memalingkan muka dari arah kiblat maka hukumnya makruh dan dibenci melakukannya dalam shalat. Sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda menjawab pertanyaan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang menoleh dalam shalat,
هو اختلاس يختلسه الشيطان من صلاة العبد
“Itu adalah sambaran yang sangat cepat yang dilakukan oleh setan terhadap shalatnya hamba.” (HR Bukhari)
As Shan’ani dalam Subulus Salam menjelaskan, “Hadits ini merupakan dalil makruhnya menoleh dalam shalat, dan jumhur ulama membawanya (pada hukum makruh -pen) ialah jika menolehnya tidak sampai membelakangi kiblat, adapun bila sampai membelakangi kiblat maka membatalkan shalat”.
Wallahu a’lam. Selayaknya seorang muslim menghindari hal-hal tersebut dan mengarahkan pandangan saat shalat ke tempat sujudnya sebagaimana hal ini dinilai sebagai mustahab (anjuran) menurut jumhur ulama. Terlebih hal ini juga akan membantu mencapai kekhusyukan dalam shalat.
Semoga Allah karuniakan taufik kepada kita untuk menyempurnakan shalat dan menghindari kesalahan-kesalahan dalam shalat. Wallahul muwaffiq.
Penulis: Ustadz Yhouga Pratama, S.T. حفظه الله
rpkoxk